Perjalanan Spiritual bersama Keluarga
eramuslim - Kalau boleh menyesal atau protes tentu kita akan teramat sangat menyesal dan berteriak keras-keras karena telah dijajah ratusan tahun oleh Belanda. Kalau boleh memilih, tentu kita lebih memilih dijajah oleh Inggris ketimbang negeri Kincir Angin itu. Karena kedatangan Belanda pada masa penjajahan dulu hanya sebatas menguras habis harta kekayaan Indonesia, tidak lebih. Sehingga hasil yang terlihat sampai sekarang adalah bangsa Indonesia yang tidak lebih maju dibanding negara tetangga yang dijajah oleh Inggris. Meski ada yang membenarkan, nampaknya itu ungkapan orang-orang yang begitu pesimis dan pasrah menerima kenyataan bangsa yang carut marut seperti saat ini. Karena yang jelas, hukum alam membuktikan, siapa yang punya kemauan dan tekad kuat untuk maju, dialah yang maju dan akan meninggalkan jauh dibelakang mereka yang malas dan pasif.
Ya pasif, satu dari tiga karakter manusia selain Proaktif dan Aktif. Seperti dikatakan Steven R Covey dalam “Tujuh Kebiasaan Manusia Efektif”, Proaktif adalah satu pondasi utama yang mendukung proses perkembangan dan kemajuan manusia. Jadi jika seorang individu dengan diikuti oleh individu lainnya menciptakan satu kelompok manusia proaktif, jelas perubahan besar yang mereka dapatkan. Itu belum ditambah enam kebiasaan lainnya. Aktif saja tidak cukup, karena orang aktif belum tentu memiliki inisiatif ataupun inovasi untuk senantiasa mencoba dan memulai hal-hal baru, yang lebih baik. Orang aktif hanya melaksanakan program-program yang sudah diset dan tida melakukan diluar dari itu. Sementara masalahnya, setuju atau tidak, satu karakter bangsa ini adalah malas, satu item dari sekian banyak item orang-orang pasif. Dan yang lebih menyakitkan, karena Indonesia adalah pemeluk agama Islam terbesar di dunia, maka orangpun melekatkan malas (dan selebihnya, pasif) itu pada muslim. Satu analisa yang masih boleh disanggah.
Maaf jika tidak setuju, bisa dikatakan saat ini (dan mungkin sampai akhir zaman) bangsa eropa akan selalu lebih leading dibandingkan bangsa-bangsa lainnya, apalagi Asia. Kalaupun harus mengesampingkan beberapa faktor yang dikemukakan John Naismith dan Patricia Aburdence dalam Megatrend 2000 dimana hampir seluruh sektor kehidupan orang Asia (termasuk Indonesia) dikuasai oleh eropa, tetapi kita bisa melihatnya dari sikap dan karakter bangsa eropa yang membuat mereka menjadi bangsa yang maju. Bahkan Yusuf Qaradhawi sendiri melihat kalaupun akan ada kebangkitan Islam, maka itu pasti bermula dari eropa, bukan Asia (apalagi Indonesia) seperti yang pernah ‘dicita-citakan’ muslim Indonesia. Berkenaan dengan itu Yusuf Qaradhawi menyitir sebuah hadits yang kurang lebih berbunyi: empat karakter yang membuat bangsa romawi (eropa) selalu lebih maju sampai di akhir zaman, pertama, mereka lebih cerdas meski dalam kondisi terkena fitnah. Kedua, cepat bangkit setelah jatuh, ketiga, cepat maju setelah mengalami kemunduran, dan keempat, terbaik dalam mu’amalah. Sementara satu tambahan karakter lagi yakni, tidak menerima dizhalimi (oleh penguasa). (HR. Bukhari)
Karakter pertama menjelaskan betapa orang-orang eropa memiliki tingkat pengendalian diri, emosi yang baik. Sehingga dihadits dikatakan meski dalam keadaan fitnah sekalipun mereka tetap rasional. Berbeda dengan kita yang terkadang kerap mengkedepankan emosi dan bertindak reaktif mensikapi sesuatu tanpa berpikir matang terlebih dahulu. Karakter kedua menjelaskan kemampuan recovery yang dimiliki kebanyakan bangsa di eropa. Bandingkan dengan bangsa kita yang bahkan sampai sekarang masih menyalahkan penjajahan Belanda sebagai penyebab kesengsaraan. Kita terlalu lama meratapi dan mengharap belas kasih agar bangsa lain menolong kita. Ini seperti anak kecil yang terjatuh ketika bermain lari-larian bersama temannya, ia tidak akan bangun sebelum seorang temannya mengasihani dan menghulurkan tangannya. Sikap yang diambil temannya tak perlu dipermasalahkan, karena itu yang disebut empati. Tapi justru sikap menunggu huluran tangan orang lain itulah yang sampai dewasa pun ternyata menjadi kebiasaan.
Karakter selanjutnya, jelas terkait dengan dua karakter sebelumnya, berangkat dari pengendalian diri yang baik serta kemampuan recovery yang tinggi, meski sempat mengalami kemunduran biasanya mereka cepat sadar dan berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa sehingga cepat pula merengkuh keberhasilan. Dan karakter keempat menjadi satu sindiran yang begitu kentara betapa seharusnya ummat Islam jauh lebih baik dalam urusan relationship dan berbuat baik dengan sesama. Baik kepada orang-orang miskin, yang sakit maupun mereka yang lemah. Dan satu lagi karakter tambahan yang awalnya Rasulullah menyebut empat namun dikeseluruhan hadits beliau menambahkan satu yakni, harga diri yang tinggi untuk tidak diam ketika dizhalimi, termasuk oleh penguasa. Bagaimana dengan kita? Kita malah meminta ‘maaf’ kepada orang yang tidak sengaja menginjak kaki kita, atau diam saja ketika bangsa lain mengeruk harta kekayaan bangsa ini, juga berterima kasih kepada IMF yang jelas-jelas mengobok-obok Indonesia.
Meski harus diakui, penjelasan tentang karakter-karakter diatas tidak harus digeneralisir sedemikian rupa karena nyatanya, masih banyak juga orang muslim yang hebat, yang maju, tidak emosional, baik dalam muamalah, bangkit dan bergerak ketika ditindas. Sementara di beberapa negeri eropa, secara individu sangat banyak dijumpai berupa penindasan, pelanggaran hak, tindakan asusila, amoral dan lain sebagainya. Di negeri ini, setidaknya reformasi menjadi bukti walaupun selama puluhan tahun juga tidak mampu berbuat apa-apa. Sampai-sampai pernah ada satu satire yang boleh direnungkan oleh bangsa ini yang kurang lebih berbunyi, bangsa eropa banyak bicara banyak bekerja, bangsa Afrika sedikit bicara sedikit bekerja, bangsa Asia banyak bicara sedikit bekerja, sementara disebutkan bangsa Jepang (yang masih bangsa Asia) sedikit bicara banyak bekerja. Yang paling menyakitkan diakhir tulisan itu dikatakan, bangsa Indonesia lain bicara lain yang dikerjakan. Entahlah.
Selain hadits diatas, Rasulullah yang sangat peduli terhadap ummatnya juga menghadiahi sebuah do’a yang patut kita baca setiap hari guna menghindari kekalahan sedemikian rupa dengan bangsa barat. Satu do’a yang menggambarkan problematika ummat secara sistematis dari sekedar rundungan sedih hingga dominasi orang terhadap diri ini. “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rundungan sedih dan duka. Aku berlindung dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada-Mu dari sifat bakhil dan kikir. Aku berlindung kepada-Mu dari beban hutang dan penindasan orang”
Nampaknya do’a diatas sepantasnya dilafazkan oleh seluruh ummat Islam di negeri ini, karena do’a itu sangat tepat mewakili apa yang selama ini menjadi permasalahan kita. Sangat berhubungan erat dengan empat plus satu karakter yang diterangkan dalam hadits diatas. Dari mulai rundungan sedih dan duka yang kemudian meningkat menjadi penyakit lemah dan malas. Orang-orang malas biasanya bakhil dan kikir sehingga dari semua masalah itu jadilah kita bangsa yang terbebani hutang dan tidak bisa melepaskan diri dari penindasan bangsa lain.
Sekarang coba bayangkan, dengan empat plus satu karakter manusia maju seperti digambarkan diatas, ditambah sentuhan nilai-nilai Islam. Subhanallaah. Wallahu a’lam bishshowaab (Abinya Hufha)
Category:
0
komentar
Perjalanan Spiritual bersama Keluarga
eramuslim - Manusia yang terbaik adalah manusia yang bernilai manfaat bagi manusia lainnya. Penampilan manusia terbaik ini telah ditujukkan oleh para generasi awal sahabat (assabiqunal awwalun). Sehingga perjalanan dakwah Rasulullah Saw betul-betul ditopang oleh pondasi yang kokoh dari para sahabat.
Di dalam sejarah tersebutlah nama-nama seperti: Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Bilal bin Rabah, dan masih banyak lagi. Mereka sangat disegani lawan maupun kawan, dipuji makhluk baik yang ada di langit (malaikat) maupun di muka bumi. Oleh karenanya, bagi kita yang hidup hari ini sangat bagus untuk mampu mengambil hikmah dari apa yang telah diperbuat Rasullah Saw dan para sahabatnya. Abu Bakar misalnya, adalah orang yang pertama mempercayai Rasulullah Saw melakukan perjalanan Isra’ dan mi’raj. Sehingga terkenallah ia dengan julukan as-shiddiq (benar). Disamping itu, Abu Bakar adalah termasuk sahabat yang rela mengorbankan hartanya 100 persen untuk Islam. “Cukuplah Allah dan Rasul-Nya”, kata Abu Bakar.
Akhlak mulia yang ditunjukkan oleh para sahabat itu dapat muncul karena mereka mempunyai kekuatan aqidah yang kokoh, kuat, tahan banting. Kekuatan aqidah yang bersumber dari pemahaman yang jelas, jernih dan baik terhadap syahadatain. Sehingga setiap gerak langkah yang dilakukannya itu betul-betul diperuntukkan demi tegaknya kalimat Allah, Laa Ilaha Illallah.
Jika saja setiap umat Islam yang ada di bumi nusantara ini berakhlak seperti Rasulullah dan para sahabatnya, insya Allah kalimatullah akan tegak. Problem kemiskinan yang terus mendera bangsa ini juga bakal bisa di atasi. Kenapa, karena setiap orang akan berusaha dan berlomba-lomba untuk menunjukkan akhlak mulianya. Setiap detik waktunya tidak akan terbuang sia-sia. Namun, akan digunakan untuk meraih amalan terbaik sehingga sahamnya diakhirat menjadi besar. Hanya dengan amalan terbaiklah kita akan bertemu dengan Allah Swt.
Mengenai hal ini, Abu Darda ra, ia berkata, “Nabi Saw bersabda: “Carilah Aku (Allah) pada golongan orang-orang lemah karena sesungguhnya kamu diberi rizki dan pertolongan melalui golongan orang-orang lemah itu.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Bukhari, Ibnu Hibban, dan hakim). Dengan membantu orang-orang lemah sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah Saw dan para sahabatnya tentu nilai amalan akan meningkat.
Dalam konteks era sekarang ini, banyak cara yang bisa diterapkan dalam membantu orang-orang lemah. Yang penting adalah bantuan itu diniatkan semata-mata karena Allah bukan karena ada faktor yang lain. Jangan sampai ada udang dibalik batu. Apalagi godaan jabatan di pentas politik yang selalu menggoda. Berikanlah bantuan kepada orang-orang lemah dengan semata-mata ikhlas karena-Nya.
Dari sisi ekonomi, cara memberdayakan golongan lemah dapat ditempuh dengan berbagai macam jalan, antara lain. Pertama, merekrut mereka menjadi tenaga kerja pada usaha yang sedang dijalankan sendiri. Kedua, memberikan bantuan modal untuk usaha yang produktif. Modal usaha dapat berupa modal investasi dan modal kerja. Modal investasi berupa alat-alat atau perlengkapan yang akan digunakan dalam jangka panjang sebagai penunjang usaha. Sedangkan modal kerja adalah dana yang akan digunakan untuk keperluan rutin (operasional usaha). Ketiga, memberikan beastudi (beasiswa) kepada salah satu anggota keluarganya (anak). Dengan harapan akan dapat berkarya produktif setelah pendidikannya selesai. Keempat, memberikan bekal keterampilan melalui training (pelatihan). Melalui pelatihan diharapkan mereka menjadi paham dan mampu untuk bekerja secara mandiri.
Dengan keempat perbekalan di atas diharapkan golongan lemah menjadi bangkit dan kuat. Kebangkitan dan kekuatan mereka akan berkelanjutan bila ditopang dan dilandasi oleh aqidah (keyakinan) yang kuat, bahwa semua yang telah dan akan terjadi itu semata-mata kehendak Allah Swt. Tugas kita adalah berusaha semaksimal potensi yang telah diberikan-Nya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat, yang tidak putus asa di dalam berjuang, berusaha dan menegakkan kalimatullah, Laa Ilaha Illallah. (Efri S Bahri/efrisb@yahoo.com)
Category:
0
komentar
Perjalanan Spiritual bersama Keluarga
Setelah pindah ke Samarinda, kesempatan sepulang dari acara Training di Bandung mampir ke Perumahan DUTA INDAH.
Category:
Duta indah
0
komentar