eramuslim - Lukman al Hakim manusia bijak yang diabadikan Allah dalam sebuah nama surat dalam Al Qur'an pernah diperintahkan oleh tuannya untuk mempersiapkan daging terbaik untuk disediakan sebagai hidangan bagi para saudagar negeri seberang yang merupakan tamu-tamu tuannya tersebut. Maka Lukman menghidangkan daging lidah bagi tamu-tamu tersebut, hingga membuat tuannya tercengang bercampur malu. Namun, ia dan para tamunya penasaran dan kembali bertanya kepada pembantunya itu perihal daging terburuk, maka Lukman menjawab: Lidah!
Dalam sebuah hadist dari Mu'adz, Rasulullah bersabda: "Maukah kamu jika saya katakan kepadamu tentang sendi dari semua kebaikan itu?" Aku (Mu'adz) menjawab, "Tentu, ya Rasulullah." Maka beliau menunjuk pada lidahnya, seraya berkata, "Jagalah ini!" Aku berkata, "Ya Nabi Allah, apakah kami akan memperoleh siksa akibat ucapan kami?" "Betapa celakanya engkau wahai Mu'adz, bukankah orang-orang yang tersungkur ke dalam neraka itu, melainkan hasil menabur fitnah melalui lidah-lidah mereka, akhirnya menuai siksanya?" (HR Tirmidzi dan Hakim).
Saudaraku, tentu ada hikmah yang teramat dalam dari pemberian dua telinga bagi manusia. Sedangkan Allah hanya memberikan satu mulut diantara dua pasang organ tubuh lainnya yang diberikan. Tentu Allah berharap manusia lebih banyak mendengar banyak hal kebaikan dengan dua telinga dan mengambil pelajaran dari setiap apa yang dilihat sepasang matanya. Allah lebih berkenan jika manusia banyak berbuat dengan dua tangan mereka, bergerak ke arah kebaikan dengan dua kakinya. Sementara Dia hanya menyisakan satu mulut untuk tidak banyak berkata-kata.
Ironisnya, sebagian (besar) manusia lebih banyak berkata-kata dari pada amal perbuatannya, tidak suka mendengar dan lebih ingin didengarkan, bahkan menutup mata akan banyak hal kebaikan dari orang lain. Bicara berlebihan, dusta, fitnah, ghibah, issu, namimah, berita bohong, dan banyak hal lainnya yang berkenaan dengan lidah ini seolah menjadi hal yang biasa menghiasi keseharian kita.
Padahal saudaraku, Rasulullah mengingatkan kita dalam sebuah sabda yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, "Janganlah memperbanyak kata (bicara) selain dzikrullah, karena banyak bicara selain dzikrullah menjadikan hati keras. Dan orang yang terjauh dari Allah adalah yang berhati keras."
Bahkan Baginda Rasul mengatakan, "Barangsiapa yang dapat memberikan jaminan kepadaku untuk menjaga sesuatu yang berada di antara kedua dagu (lisannya) dan kedua pahanya (kemaluannya), maka aku akan menjaminnya masuk surga." (HR. Bukhari).
Juga hadist lainnya yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah melalui dua lubang; mulut dan farji (kemaluan)" (HR. Tirmidzi)
Saudaraku, kata-kata adalah perlambang akhlaq, dan akhlaq adalah cerminan hati. Didalam hatilah bersemayam keimanan. Maka ketika Nabi Allah mengisyaratkan bahwa hati adalah penentu baik-buruknya perilaku dan keseluruhan jasad manusia, sudahkah kita membenahi hati ini agar setiap hal yang keluar dari mulut ini adalah kebaikan, agar semua yang tergerai dari lidah ini adalah kesejukkan. Sudahkah kita membersihkan hati ini, agar apa yang terlontar dari rongga mulut tidak memanasi telinga yang mendengarnya, tidak menyayat hati yang merasainya.
Padahal saudaraku, dari Anas bin Malik Rasulullah saw bersabda: "Tidak akan lurus keimanan seorang hamba, sehingga lurus hatinya dan tidak akan lurus hatinya, sehingga lurus lidahnya."
Saudaraku, Nabi Allah yang mulia itu menjadikan syarat perbaikan iman dengan merehabilitasi hati, kemudian menjadikan syarat perbaikan hati dengan perbaikan lisan. Oleh karena itu, tentu sangat beralasan jika dalam hadist lainya beliau meminta agar manusia lebih baik diam jika tidak mampu berkata-kata yang baik, karena yang demikian itu adalah tanda bagi yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Dalam sebuah riwayat juga diceritakan bahwa Uqbah bin 'Amir berkata kepada Rasulullah saw, "Ya Rasulullah, apakah keselamatan itu?" Beliau menjawab: "Jagalah lidahmu, luaskan rumahmu dan menangislah atas kesalahan dan dosa-dosamu." (HR.Bukhari-Muslim).
Saudaraku, menjaga lisan adalah salah satu kebaikan yang utama yang dapat membebaskan manusia dari kejatuhan, kehancuran untuk mendapatkan keselamatan. Baik itu, di dunia terlebih di yaumil akhir nanti. Tentunya sudah banyak contoh dari orang-orang terdahulu untuk kita jadikan pelajaran, betapa banyak orang jatuh dan hancur oleh karena lisannya sendiri, tentu mereka juga masih akan merasakan kehancuran yang lebih dahsyat di akhirat.
Saudaraku seiman, menjaga lidah jaminannya adalah keselamatan dan sebaliknya, siapa yang tidak mampu mengontrol apa-apa yang terucap lidahnya, maka ketahuilah bahwa semua perkataan kita akan memberatkan perhitungan segala perbuatan kita dihadapan Allah kelak. Seperti dikatakan Rasulullah saw, bahwa "Semua ucapan manusia akan memberatinya, tidak meringankan baginya, kecuali amar ma'ruf nahi munkar dan dzikrullah swt." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah) (Bayu Gautama)