eramuslim - Amanah adalah hendaknya kita melakukan survai tentang kekuatan persepsi yang telah diberikan Allah SWT, memperhatikan kepandaian khusus yang diberikan Allah SWT, dan kemudian menggunakannya sesuai kehendak Allah SWT yang memberikan itu semua. Jika kita melihat harta dan anak-anak yang menyayangi kita, maka kita harus merasakannya bahwa semua itu milik Allah yang dipercayakan pada kita. Karenanya kita harus berkorban dan memanfaatkan harta untuk mencari ridha Allah SWT. Jika kita bersedih dan menderita karena kehilangan harta dan titipan Allah SWT, jangan meratap dan mengutuki nasib. Jangan beranggapan bahwa itu semua adalah milik pribadi kita yang kemudian terenggut. Sebab Allah lah yang paling berhak atas milik kita. Dan Dia yang berkenan mengambilnya sesuai keinginan-Nya. Jika kita dicoba dengan harta kekayaan yang melimpah, jangan ragu mengeluarkannya untuk berzakat dan berjihad, jika diperlukan. Karena itulah cara alokasi dan penggunaan harta yang dikehendaki oleh Allah Yang Memberikan harta itu pada kita. Itulah makna amanah.
Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan padamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah bahwa harta dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar.” (QS. Al Anfal : 27-28)
Berjuta amanah yang diberikan pada kita dalam tenggang waktu hidup ini, bias dikembalikan kapan saja ketika Allah menghendaki. Dan kita akan dimintai pertanggungjawaban atas amanat yang dititipkan itu. Maimun bin Mihran mengatakan, “Ada tiga cara untuk membedakan baik buruknya seseorang. Yaitu, bagaimana orang itu memelihara amanat, bagaimana ia menempati janji dan keramahtamahannya.
Menganggap amanah sebagai harta kekayaan pribadi adalah suatu perbuatan jahat. Atau kasarnya, barangkali bias dikatakan merampok atau maling. Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Berjuang di jalan Allah akan menghapuskan segala dosa, kecuali penyalahgunaan amanh.” Ia melanjutkan bahwa pada hari kiamat orang yang berjihad di jalan Allah akan diminta membayar hutangnya berupa amanah. Orang itu menjawab, “Ya Tuhan, bagaimana mungkin hal itu bias dilakukan sedangkankehidupan dunia telah berakhir.” Allah berfirman, “Bawa dan masukkan dia ke neraka.” Pada saat yang bersamaan, sejumlah amanat akan tampil dalam bentuk ketika dititipkan kepada orang itu di dunia dahulu. Dia melihat dan serta merta mengenalnya. Dia akan menghampirinya dan minta dipanggul di pundak orang itu hingga ia merasa cukup kemudian amant itu akan turun dari pundak orang itu. “Perbuatan ini akan berlangsung terus dan tidak berakhir,” ujar Ibnu Mas’ud. Selanjutnya, Abdullah bin Mas’ud mengatakan bahwa shalat merupakan suatu amanat, mengambil air wudhu juga amanat, menimbang dan mengukur juga amanat. Amanat yang paling berat tanggungajawabnya adalah amanat yang berupa titipan harta benda kepada seseorang. Dan kelak catatan panjang tentang amanat itu akan diungkap.
Renungkanlah, berapa banyak amanat yang telah kita terima sepanjang hidup. Pasti tak terhitung. Hitunglah berapa banyak rahmat Allah yang telah kita peroleh. Pasti tak terukur. Lalu bagaimana kita menunaikan amanat-amanat Allah itu? Jalani amanah itu dengan baik dan konsisten sejak sekarang, Itu saja jawabannya. (al)
0 komentar:
Posting Komentar