eramuslim - Disuatu kelas, guru agama di sekolah itu meminta murid-muridnya mengeluarkan dua lembar kertas berwarna hitam dan putih, sesuai dengan perintah kemarin agar membawa kertas tersebut. Tidak lupa, para murid itu juga sudah menyiapkan pinsil warna yang juga hitam dan putih. Kemudian guru tersebut meminta murid-muridnya untuk menuliskan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dari yang terkecil hingga kesalahan yang besar diatas kertas putih dengan menggunakan pinsil hitam. Sedangkan kertas hitam, para murid diminta menuliskan hal-hal baik yang pernah dikerjakannya dengan menggunakan pinsil berwarna putih.
Satu jam berselang, para murid hampir selesai menuntaskan tugasnya menuliskan semua kesalahan di kertas putih yang menggunakan pinsil warna hitam. Bahkan karena terlalu banyaknya kesalahan yang diperbuat, mereka tak lagi menemukan ruang kosong di kertas putihnya. Namun guru itu memaksa para murid untuk memanfaatkan ruang sekecil apapun yang masih tersisa di kertas itu untuk menuliskannya, walaupun harus dengan tulisan-tulisan yang kecil dan tak terlihat. Hingga hasilnya, semua kertas putih di tangan murid-murid itu berubah menjadi hitam. Hampir tak ada celah seruas pun di kertas itu, bahkan sebagian murid mengaku masih banyak kesalahan yang belum tertulis disitu.
Setelah itu, guru meminta murid-murid itu mengerjakan tugas berikutnya, yakni menuliskan kebaikan-kebaikan diatas kertas hitam menggunakan pinsil putih. Dalam waktu satu jam, nampak mereka merasa kesulitan membuat kertas hitam itu terwarnai dengan coretan-coretan kebaikan berwarna putih. Satu kebaikan mereka tulis, membuat mereka tersenyum karena bisa memutihkan kertas hitam itu meski sedikit. Namun hingga waktu yang ditentukan selesai, mereka murung, karena kertas hitam itu masih tetap dominan warna hitam. Teramat sedikit warna putih diatasnya, bahkan tak sampai separuh kertas hitam itu terisi. Tak jarang pula ada murid-murid yang malu karena hanya beberapa coretan putih saja menghias kertas hitamnya.
Saudaraku, hati yang fitrah, ini semakin lama akan semakin hitam pekat jika terus menerus kita menorehkan noda dosa diatasnya. Saking hitamnya hati ini, kesalahan demi kesalahan berikutnya semakin memekatkan warna hitam itu, hingga nyaris tak ada lagi salah dan dosa yang bisa terdeteksi dan tersensor dalam hati, karena cahaya dalam hati ini tak lagi bersinar. Hanya ada satu cara untuk kembali membersihkan hati itu agar kembali fitrah, yakni dengan memperbanyak kebaikan. Dengan itu, cahaya hati yang redup perlahan akan kembali bersinar, memancarkan sinar putih kemilau dari dalam hati yang menenangkan jiwa. Teruslah berbuat kebaikan, agar tak ada lagi warna hitam dalam hati ini, dan yang terpenting, kita takkan malu menghadap Allah dengan wajah dan hati yang penuh sinar putih kesucian. Wallahu ‘a’lam bishshowaab (Bayu Gautama)
0 komentar:
Posting Komentar